Emangnya gampang memikat walet?? Memang benar enak jadi trilliuner, tapi emangnya gampang???
Selasa, 25 Maret 2008
Suara Walet
Tweeter ditempatkan di lubang masuk burung dan menghadap ke arah luar, hal ini dimaksudkan agar suara tersebut dapat terdengar oleh burung walet yang sedang melintas atau berada jauh dari rumah burung walet.
Effektifitas suara panggil dapat dilihat dari reaksi burung walet terhadap suara tersebut.
Minggu, 23 Maret 2008
Landasan Sarang dari Styrofoam
Sabtu, 22 Maret 2008
Strategi Jitu Memikat Walet
Bagi pembaca atau rekan-rekan yang di Malaysia dapat memesan ke Dr. Christopher Lim atau pesan melalui:
http://www.alibaba.com/catalog/100028111/Hidden_Secrets_And_Strategies_Of_Modern_Swiftlet_Farming_In_Indonesia.html
Selasa, 18 Maret 2008
OPAC Perpustakaan Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti
Abstract
This paper will discuss Activity Based Costing (ABC), the Balanced Scorecard and Economic Value Added (EVA), three frameworks that are becoming increasingly popular with companies in a wide range of industries.
Traditionally, ABC and EVA methods have been used separately. ABC has been used as a costing system, mainly to improve operating efficiency, while EVA has been used as a financial performance, mainly to improve financial efficiency. And the Balanced Scorecard has been used to identify and track a number of financial and non financial measures to provide a broader view of the business.
ABC and the Balanced Scorecard provide managers with the information needed to make “value creating” decisions. EVA provides a decision framework, performance measures and incentives to motivate management to create value.
Finally, the impact of integrated among them can help a company achieve greater success in the current dynamic and competitive business environment also at the end to maximize shareholder’s value.
Keywords
Activity Based Costing, Traditional Costing, Economic Value Added, Costing System, Cost Measurement System, Financial Measurement, Value Creation, Cost of Capital Employed.
Lecturer profile: Hendri Mulia, SE., CMA., http://www.atmajaya.ac.id/ing/content.asp?f=1&katsus=112&did=51753
OPAC Perpustakaan Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti
Jumat, 14 Maret 2008
Berkat adanya teknik telemetri via satelit, berbagai hal yang terjadi selama perjalanan panjang burung-burung migrasi antarnegara dan antarbenua kini bisa terungkap.
Suatu hari pada akhir Februari di Afrika, di pucuk sebatang pohon, seekor prenjak kutub muda sedang menanti matahari tenggelam. Ia mengamati dengan saksama titik hilangnya matahari di balik cakrawala. Ke sanalah ia harus pergi. Setengah jam kemudian ia sudah melesat terbang sendirian. Dua bulan kemudian, di akhir April, dia tiba di tempat tujuan: sebuah telaga kecil di barat Muenchen, tempat ia dulu dilahirkan.
Formasi khusus
Diperkirakan, sekitar 50 miliar ekor burung di dunia melakukan migrasi secara rutin. Rata-rata mereka terbang berkelompok dengan formasi khas. Jalak afrika dan gelatik terbang dalam kelompok. Burung terik dan merpati terbang dalam barisan yang lebih panjang dan lebih banyak. Angsa dan burung jenis lain terbang berurutan membentuk huruf V; yang di ujung depan bertindak sebagai komandan barisan meski jabatan ini senantiasa dipegang secara bergantian. Saat aplusan, komandan lama berpindah ke ujung barisan paling belakang. Pasalnya, tugas terbang paling depan itu sangat menguras tenaga. Sedangkan yang di belakang bisa menghemat sampai 20%.
Para migran itu terbang dari tempat asalnya ke tempat tujuan untuk menghindari musim dingin, masing-masing dengan rutenya sendiri. Umumnya, burung Eropa bermigrasi tidak sampai keluar dari benua. Paling-paling mereka ke Prancis Barat atau Spanyol untuk menghindari musim dingin. Tapi, yang lain ada yang terbang terus sampai ke Afrika Utara. Bahkan ada yang sampai ke daerah dekat khatulistiwa atau Afrika Selatan. Itu pun dilakukan mengambil rute barat lewat Spanyol dan Gibraltar, atau mengambil rute timur melewati Balkan dan Asia Kecil. Tidak langsung melintasi L. Tengah, sebagai rute tersingkat.
Terutama jenis burung besar, biasanya menghindari laut terbuka, karena di atas laut tidak ada termik - aliran udara panas - yang dapat digunakan sebagai pendorong terbang mereka.
Pada musim semi sekitar 500 juta burung migran terbang dari tempat berlibur musim dingin di Afrika, kembali ke Eropa dengan mengambil jalur lewat Israel. Di antaranya terdapat lebih dari 400.000 ekor bangau putih dan beberapa jenis elang. Dalam suatu rombongan besar yang panjangnya mencapai 10 km dan lebar beberapa ratus meter, mereka terbang melintasi negara itu. Banyak di antaranya yang ngetem, bahkan menetap menghabiskan musim panas di sana.
Alat pemancar dan satelit
Melihat rombongan yang begitu besar, sebenarnya hidup mereka terancam seperti dialami jenis bangau putih. Perlindungan terhadap jenis bangau ini sudah dilakukan oleh Lembaga Penelitian Burung Radolfzell (LPBR) dalam Proyek Bangau Putih.
Untuk keperluan pengamatan, para ilmuwan menggunakan alat telemetri satelit. Pada punggung burung dipasang sebuah alat pemancar mini seberat 45 g yang berarus listrik tenaga surya. Pengiriman data dilakukan dengan bantuan sistem lokalisasi ARGOS. Setiap 60 detik, alat pemancar itu menyiarkan getaran yang akan ditangkap oleh kedua satelit yang ditempatkan pada ketinggian 870 km.
Sementara mengorbit, satelit dapat menerima impuls sekitar 10 - 15 menit. Impuls yang diterima dikirim langsung ke stasiun penerima di Bumi, kemudian masuk ke salah satu dari dua Pusat Pengolahan Data di Toulouse (Prancis) atau Landover (AS). Di sini koordinat tempat pemancar di punggung bangau itu dihitung. Kemudian data itu diolah di komputer di LPBR. Dengan demikian perjalanan bangau putih selama penerbangan itu bisa diikuti dengan tepat.
Alat pemancar yang ditempelkan pada punggung burung itu berada dalam kantung kecil dan dipasang demikian rupa sehingga tidak mengalangi gerak binatang itu. "Begitu dipasang, kantung mini itu langsung 'menghilang' di balik bulu-bulu punggung, dan burung itu pun sudah bisa terbang bebas seperti biasa," jelas Prof. Peter Berthold, pimpinan LPBR.
Kini sudah 53 ekor bangau diteliti dengan telemetri satelit. Dalam tahun 1993/1994, burung pertama dari enam yang dibekali pemancar mini bisa diikuti sampai ke Afrika Selatan dan Zambia saat terbang pulang. Berarti sampai sejauh 13.000 km! Setahun kemudian para peneliti malah bisa mengikuti seekor bangau sampai sejauh lebih dari 16.000 km ke Tanzania, dan juga dalam perjalanannya kembali. Untuk memperoleh gambaran lebih rinci bagaimana perilaku burung itu selama perjalanan, bangau yang sudah dilengkapi pemancar itu kadang juga diikuti dengan mobil atau pesawat kecil dan tambahan alat telemetri Bumi setempat.
Penggunaan teknik telemetri satelit yang baru itu sudah memperlihatkan hasilnya. Kini para ahli secara terinci bisa membedakan, apakah seekor burung dalam rute perjalanan pergi atau pulang. Dari sini bisa disimpulkan, ternyata tidak mudah bagi burung itu menemukan jalan pulang ke "kampung halamannya". Mereka harus bernavigasi.
Usus dan hati mengecil
Untuk menghindari kelelahan, burung sudah bersiap diri sebelum terbang lama. Mereka mengkonsumsi sejumlah besar makanan berkadar lemak tinggi sebagai "bahan bakar". Otot sayapnya juga membesar. Selama terbang, usus mereka akan mengerut sepertiga dan hatinya mengecil. Selain meringankan beban tubuh saat terbang, lemak dari organ tubuh yang mengecil itu digunakan sebagai sumber energi tambahan. Begitu mereka tiba di tempat tujuan, organ tubuhnya kembali ke bentuk normal.
Kekuatan tubuh burung pengembara ini hebat, tapi lebih hebat lagi kerja alat-alat inderanya. Tentu saja ini hanya bisa dilihat di laboratorium. Selama perjalanan jauh, semua burung pengembara mengembangkan apa yang disebut siaga kembara. Ini juga digunakan walau burung itu berada di kandang. Kemampuan ini terutama tampak menonjol pada burung yang biasa terbang malam.
Aktivitas ini menjadi ukuran daya mengembara burung itu. Makin besar daya itu, makin jauh perjalanan yang dia lakukan. Mengenai waktu yang tepat untuk beristirahat atau berhenti dan mengakhiri perjalanan, itu menjadi tugas jam tubuh yang sudah diatur sepanjang hari itu.
Orientasi arah terbang bagi setiap jenis burung juga sudah diprogram di dalam tubuhnya. Ini dibuktikan dalam eksperimen pakar biologi A.J. Helbig. Ia menukar prenjak pendeta yang ada di LPBR, yang biasa bermigrasi ke Afrika Timur atau sekitar Laut Tengah, dan yang memilih arah perjalanan berbeda (tenggara atau barat daya). Hasilnya, burung yang ditukar itu maunya langsung terbang ke selatan.
Peralatan navigasi
Untuk bisa dengan mulus sampai di Afrika, mengandalkan orientasi arah saja belum cukup. Bagaimana kalau teralang gunung tinggi atau ada arus angin yang berlawanan, misalnya? Ternyata burung memiliki alat navigasi lain yaitu kompas matahari. Ini "ditemukan" oleh Gustav Kramer, peneliti burung, pada 1950. Dengan kompas itu burung migran tidak akan kehilangan arah. Dengan bantuan jam tubuhnya, ia juga bisa memperhitungkan kalau matahari setiap jam bergerak makin tinggi membuat lengkungan sebesar 15°.
Itu bagi burung yang terbang siang hari. Bagaimana bagi penerbang malam? Ternyata pada tubuh burung gelatik nila ditemukan kompas lain. Seorang zoolog AS, S.T. Emlen, berhasil membuktikannya tahun 1967. Saat melesat di kegelapan malam, burung itu ternyata menggunakan bintang sebagai kompas. Mereka mengorientasikan diri pada gerak putar keseluruhan bintang di langit. Di atas khatulistiwa, bintang-bintang tampak bergerak cepat. Tetapi mendekati kutub, kecepatannya berkurang. Tepat di atas kutub, bintang akan "berhenti". Burung migrasi mengenal itu sebagai titik perputaran langit.
Namun, bantuan orientasi terpenting bagi sebagian besar penerbang malam itu adalah magnet Bumi. Roswitha dan Wolfgang Wiltschko dari Institut Zoologi, Universitas Frankfurt, belum lama ini berhasil membuktikannya. Di bawah langit berbintang buatan di laboratorium, mereka menguji perilaku prenjak kutub dan sikatan dada putih, yang biasa terbang ke arah barat daya. Dalam serangkaian percobaan, burung-burung ini baru mampu menuju ke barat daya yang benar, ketika diberi tambahan kesempatan mengorientasikan diri pada medan magnet Bumi. Bila medan magnet diubah, mereka akan terbang ke selatan.
Sudah lama orang mencari alat indera yang menyimpan kompas medan magnet Bumi itu. Para biolog dari Frankfurt, Elke Holtkamp-Rotzler dan Gerta Fleissner, menemukan sejumlah kristal magnetis renik pada kulit sebelah atas dekat paruh pada jenis burung merpati pos. Kristal magnetis ini berhubungan dengan otak yang penting peranannya sebagai alat orientasi. Apakah kristal magnetis itu yang berperan sebagai navigasi, masih belum jelas.
Satu hal yang pasti, kompas magnet para burung itu berbeda fungsi: dia bukan membedakan utara atau selatan seperti biasanya kompas, melainkan membedakan "arah kutub" dan "arah khatulistiwa". Untuk itu kompas milik burung itu akan mencatat sudut inklinasi antara garis medan magnet dengan permukaan Bumi. Karena sudut ini berada lebih dekat ke garis khatulistiwa daripada ke kutub, maka burung itu senantiasa bisa tahu dengan tepat, pada garis lintang utara atau selatan berapa ia berada.
Ketiga kompas ini masing-masing digunakan sesuai kebutuhan. Pada awal perjalanan, ia bernavigasi dengan kompas matahari atau bintang (tergantung berangkatnya siang atau malam hari). Lalu untuk orientasi perjalanan jarak jauh, ia menggunakan kompas magnet.
Namun, bagaimana mereka bisa menemukan kembali dengan tepat tempat asalnya, hingga saat ini belum ada kesepakatan di kalangan ilmuwan. Ada yang meyakini kalau burung itu memiliki "peta" topografi di otaknya. Sedangkan yang lain memperkirakan burung itu berorientasi pada cahaya, tekanan udara, atau aroma lingkungan daerahnya.
Bahaya yang mengintai
Dengan "peralatan" navigasi, burung-burung migrasi itu benar-benar sudah dibekali perlengkapan optimal untuk perjalanan jauh. Walau demikian, pada musim semi sepertiga dari populasi burung itu tidak sampai kembali ke tempat kelahirannya. Banyak di antaranya yang menjadi korban ketika menghadapi berbagai bahaya dalam perjalanan panjangnya.
Burung yang ketika berangkat tidak cukup mempersiapkan makanan atau di perjalanan tidak menemukan tempat istirahat yang cocok, biasanya tewas kelelahan. Sedangkan burung yang terlambat terbang, di "stasiun-stasiun" perhentian selama perjalanan, akan kesulitan mendapatkan makanan karena sudah dilahap habis burung lain yang berangkat lebih dulu.
Selain itu, di beberapa negara seperti Prancis, Italia, dan Timur Dekat, burung-burung itu dianggap sebagai objek buruan. Atau dianggap sebagai sumber makanan seperti di Afrika. Sebagai binatang buruan saja, setiap tahun sekitar 20 juta ekor bebek di Amerika Utara, Eropa, dan di barat Asia menjadi korban.
Kabel listrik juga merupakan bahaya yang mematikan bagi burung besar. Juga industri pertanian atau peternakan dan urbanisasi makin banyak menghancurkan tempat istirahat dan mencemarkan bahan-bahan makanan mereka. Masalah inilah yang membuat banyak organisasi dunia mulai memikirkan, mencari, dan menetapkan tempat baru bagi burung-burung migrasi.
Israel banyak didatangi berbagai rombongan burung yang bersaing dengan pesawat militer negeri itu. Tak jarang terjadi tabrakan antara pesawat militer dan konvoi burung yang efek benturannya mirip bunyi ledakan senjata. Namun, dengan mempelajari ketinggian dan jalur terbang burung itu pakar burung Yossi Leshem menemukan, mereka hanya melewati jalur udara tertentu yang bisa dihindari lalu lintas pesawat.
Kaum burung itu, entah jenis migran atau nonmigran, sebenarnya dikenal sebagai setengah kembara. Yaitu hanya sebagian dari populasi mereka yang bermigrasi, sedangkan yang lain melewati musim dingin di tempat asalnya. Termasuk kelompok ini adalah burung anis kuning, robin, kenari, dan gelatik batu.
Apakah mereka kemudian secara turun-temurun menjadi jenis nonmigran atau migran, tergantung pada keadaan telur ketika dibentuk. Rupanya, ini strategi evolusi yang cerdik untuk mengamankan suatu keturunan: bila dalam suatu musim dingin hebat, banyak telur tidak menetas sampai kelangsungan hidup burung nonmigran berkurang banyak atau malah habis sama sekali. Namun, jenis yang bermigrasi masih tetap hidup.
Percobaan silang sudah menunjukkan, bagaimana cepatnya sifat genetis burung itu bisa berubah: yaitu dari sekelompok populasi jenis prenjak pendeta yang tidak termasuk dalam kedua kelompok tadi (migran atau nonmigran), dalam 3 - 6 generasi sudah bisa ditentukan dengan jelas, mana yang akan jadi nonmigran dan mana yang migran.
Mengapa ke Inggris?
Beberapa tahun lalu, pada jenis burung yang sama yang sedang berada di bawah pengawasan pengamat burung, terlihat ada perubahan. Di musim gugur, kelompok prenjak pendeta itu tampak selalu terbang ke arah barat laut, ke arah Irlandia, Inggris, bukannya ke arah barat daya, ke Spanyol, seperti biasanya. Seakan mereka membuka rute terbang baru ke arah Inggris.
Apakah "perubahan" arah ini memang bawaan dari lahir? Untuk memperoleh jawabannya, para peneliti burung di Radolfzell menangkap 40 ekor prenjak pendeta di Inggris, memindahkannya ke Bodensee, dan menahan beberapa pasang dalam kurungan. Pada musim semi, mereka sudah mempunyai keturunan yang sudah menunjukkan arah terbang ke Inggris seperti induknya. Ini merupakan bukti bahwa "pergantian arah" itu diatur secara genetis.
Para peneliti penasaran untuk mencari tahu apa penyebab evolusi di sini. Perubahan genetis yang kebetulan dapat berkembang menjadi pencarian "rute terbang baru" itu bukan hanya karena musim dingin yang tidak terlalu hebat di Inggris.
"Penyebab yang pasti adalah adanya gerakan nasional yang muncul di Inggris pada akhir Perang Dunia II. Di sana waktu itu ada kebiasaan memasang 'meja burung', berupa rumah kecil tempat menaruh makanan burung, yang biasa dipasang di halaman depan. Ini memberi burung suatu kehidupan seperti di dunia impian," kata Peter Berthold.
Walaupun ada kemampuan menyesuaikan diri yang mengagumkan itu, tetap saja 70% dari mereka terancam kematian. Ini akibat ulah manusia terhadap alam sekeliling, yang terjadi lebih cepat daripada antisipasi mekanisme genetis kaum burung itu. Burung pengembaralah yang terkena dampak paling kuat. Di samping membutuhkan daerah pengeraman, mereka juga butuh tempat istirahat dan tempat bermigrasi yang cocok. Lenyapnya mereka merupakan tolok ukur yang penting bagi keadaan lingkungan.
Kaum burung jauh lebih peka daripada kita. Kalau mereka melakukan pengeraman lebih awal dan memilih rute perjalanan atau daerah migrasi baru, sebenarnya kita sudah harus curiga. Ada sesuatu. Kita memang harus lebih peka "mendengarkan" mereka. (Marianne Oerti/PM/Xn)
Yohanes Surya (Universitas Pelita Harapan)
LIHATLAH langit sesekali. Perhatikan burung-burung yang terbang di atas sana. Hey, ada fisikanya! Sekumpulan burung pelikan, camar, dan angsa terbang indah di udara. Suatu atraksi udara yang sangat menakjubkan! Ada rasa iri yang dapat dimengerti saat manusia menyaksikan pertunjukan ini.
Ternyata, semua akal budi dan kepandaian manusia belum dapat menyaingi kemampuan burung yang dapat terbang dengan mulus dan sempurna tanpa menggunakan alat bantu mesin-mesin besar yang mengeluarkan suara bising yang memekakkan telinga seperti pesawat-pesawat ciptaan manusia. Apa rahasianya?
Bagaimana burung bisa terbang, mengalahkan semua keterbatasan akibat berat tubuh mereka dan gravitasi Bumi? Mereka bahkan selalu terbang sebagai kawanan burung yang dengan kompak menjelajahi udara dengan gerak-gerik yang indah. Kalah kompakkah manusia?
Atraksi terbang burung-burung di udara ini ternyata melibatkan ilmu fisika.
Ada empat jenis gaya yang terlibat dalam atraksi udara tertua ini.
Drag force yaitu gaya hambat udara.
Gaya ini berasal dari tumbukan molekul-molekul udara dengan tubuh burung. Arah gaya ini selalu berlawanan dengan arah gerak burung, sedangkan besar gaya ini sangat tergantung pada luas permukaan burung dan kecepatan burung.Semakin luas permukaan burung, semakin besar gaya hambatnya. Semakin cepat burung bergerak, semakin besar pula gaya hambatnya ini. Suatu ilustrasi yang dapat menggambarkan drag-force (hambatan) udara ini adalah hambatan yang dirasakan saat kita berjalan melawan arah angin yang kencang. Hambatan ini semakin terasa besar ketika kita membuka lengan kita lebar-lebar (memperluas permukaan tubuh kita) atau ketika kita bergerak lebih cepat.
Lift force (gaya angkat) merupakan gaya yang mengangkat burung ke atas. Ada dua hal yang dapat menimbulkan gaya angkat ini: kepakan sayap dan aliran udara yang lewat sayap.
Ketika burung mengepakkan sayap ke bawah, burung menekan udara ke bawah, akibatnya udara akan menekan balik dan mendorong burung ke atas (hukum aksi-reaksi). Semakin cepat kepakan sayap, semakin besar gaya ke atasnya. Itu sebabnya burung merpati yang hendak terbang akan mengepakkan sayapnya secara cepat.
Burung yang berat seperti kori bustard dari Afrika tentu harus mempunyai otot dada yang kuat sehingga mampu mengepakkan sayap lebih cepat untuk mengangkat tubuhnya yang gembrot itu (19 kg). (Karena ototnya keras, daging kori bustard keras.... kurang enak dimakan).
Pada gambar 2 digambarkan aliran udara ketika melewati sayap. Udara yang mengalir lewat bagian atas sayap akan bergerak lebih cepat karena udara ini harus menempuh lintasan yang lebih jauh.
Akibatnya, tekanan di bagian ini lebih kecil dibandingkan dengan tekanan udara di bawah sayap. Perbedaan tekanan ini memberikan gaya angkat pada burung. Semakin melengkung (semakin aerodinamis) sayap, semakin besar gaya angkatnya.
Thrust (gaya dorong), yaitu gaya yang mendorong burung bergerak maju. Gaya ini dihasilkan melalui kepakan sayap yang bergerak seperti angka 8 rebah (dilihat dari samping). Kepakan sayap menghasilkan suatu pusaran udara (vorteks) yang dapat memberikan suatu dorongan bagi burung untuk bergerak maju di udara. Besar-kecilnya gaya dorong ini sangat bergantung pada kekuatan otot terbang.
Weight (gaya berat), yaitu gaya tarik gravitasi Bumi.
Besarnya sangat tergantung pada massa burung. Arahnya vertikal ke bawah.
Kombinasi keempat gaya ini dimanfaatkan burung untuk melakukan berbagai atraksi, seperti parachuting (gerak parasut), gliding (meluncur), flight (terbang ke depan) dan soaring (membubung).
Parachuting (gerak parasut)
Gerak parasut merupakan gerak jatuh di udara (bisa miring bisa pula vertikal). Sudut miringnya lebih besar dari 450 terhadap garis mendatar. Untuk melakukan gerak parasut, burung rajawali harus memperbesar gaya hambatnya (drag force), caranya adalah dengan memperbesar luas permukaannya (misalnya dengan melebarkan sayapnya).
Gliding (meluncur)
Gliding yaitu gerak jatuh yang membentuk sudut lebih kecil dari 45 derajat dengan garis mendatar. Fokus utama dalam gliding adalah meluncur semendatar mungkin. Ini dilakukan dengan memperkecil gaya hambat udara. Dalam melakukan gliding, burung fulmar dapat menempuh jarak mendatar 8,5 meter, tetapi hanya turun 1 meter saja. Burung pemakan bangkai (Vultures) lebih bagus lagi, burung ini dapat menempuh jarak mendatar 22 meter dengan turun hanya 1 meter.
Flight (terbang)
Gerakan flight dilakukan dengan mengepakkan sayap. Kepakan sayap digunakan untuk menghasilkan gaya dorong ke depan (thrust) dan gaya angkat (lift). Gaya dorong dan gaya angkat ini dapat diatur oleh burung untuk mengendalikan arah, kecepatan, dan ketinggiannya.
Ketika burung hantu turun dengan kecepatan tinggi untuk menangkap tikus, burung hantu mengecilkan drag force dengan merampingkan tubuhnya atau menekuk sayapnya. Ketika sudah dekat dengan mangsanya (akan mendarat), burung hantu memperlambat gerakannya dengan memperbesar drag force, yaitu dengan mengembangkan sayapnya.
Soaring (gerak membubung)
Gerak membubung merupakan gerak naik tanpa mengepakkan sayap. Gerakan ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan arus udara. Akibat pemanasan matahari, suhu udara yang dekat permukaan Bumi menjadi lebih panas. Udara panas ini akan naik ke atas dan menimbulkan arus udara ke atas.
Arus udara inilah yang dimanfaatkan oleh burung rajawali untuk membubung tinggi tanpa perlu mengepakkan sayapnya yang besar (hemat energi lho...). Burung camar atau burung albatros lain lagi. Untuk membubung, burung camar memanfaatkan arus udara yang dipantulkan oleh permukaan air laut. Itu sebabnya burung camar selalu berada dekat dengan permukaan laut.
Parade burung terbang
Pernah lihat angsa atau burung terbang bermigrasi (berpindah tempat)? Angsa ini umumnya terbang berkelompok membentuk suatu parade yang sangat indah, jarang ditemukan angsa terbang jauh sendirian. Selain untuk meningkatkan keamanan terhadap serangan predator (pemangsa), kebersamaan itu juga mengurangi risiko tersesat di jalan saat melakukan migrasi jarak jauh. Dalam melakukan migrasi dari satu tempat ke tempat lain, angsa-angsa ini memanfaatkan medan magnetik Bumi sebagai penunjuk arah.
Dalam melakukan parade, angsa-angsa ini sering kali membentuk formasi seperti huruf V. Angsa yang paling depan (pemimpin) merupakan pembuka jalan yang harus bekerja keras "memecah" hambatan udara sehingga angsa di belakangnya dapat bergerak lebih mudah. Ketika pemimpin ini lelah, temannya segera menggantikan posisinya.
Dalam formasi huruf V ini, gerakan angsa-angsa dalam kawanan ini sangat sinergi sehingga mereka tidak perlu keluar tenaga terlalu besar (pemakaian energi lebih efisien) untuk melakukan perjalanan yang jauh (wah tampaknya kita harus belajar dari angsa dalam bekerja sama...).
Angsa-angsa ini tampak kompak sekali, seakan-akan tidak pernah ada yang salah arah. Sebenarnya berbagai kesalahan arah terbang tetap terjadi, hanya saja kesalahan itu dapat dengan cepat dileburkan sehingga tidak terlihat mempengaruhi arah terbang kawanan.
Pada gambar 4, sekumpulan angsa sedang bergerak ke arah utara. Jika satu angsa menyimpang dari posisi (1) ke posisi (2) lalu ke posisi (3) dan (4), maka angsa-angsa lain akan berusaha menyesuaikan diri (dengan memperhatikan aliran udara dan kondisi udara di sekitarnya) sedemikian sehingga terjadi perubahan posisi, tetapi arah gerak kawanan tetap tidak berubah yaitu tetap ke arah utara.
Eh tahu enggak, konsep perubahan posisi ini dapat diterapkan dalam ilmu manajemen modern lho. Menurut konsep ini, jika ada seorang mempunyai ide yang dapat menyimpangkan arah perusahaan tetapi menguntungkan perusahaan itu, orang ini tidak akan dikucilkan. Teman-temannyalah yang akan menyesuaikan diri sedemikian sehingga misi dan visi perusahaan tetap tidak berubah walaupun mungkin posisi teman-temannya itu bisa berubah.
Memang asyik mengamati gerakan-gerakan burung. Ternyata dalam ilmu fisika kita harus banyak belajar dari burung. Begitu indah dan mempesonanya atraksi fisika yang mereka pertontonkan di udara selama jutaan tahun sehingga rasanya kita ini tidak ada apa-apanya.
Sumber : Kompas (9 Mei 2003)
Bagaimana sepasang sayap mampu menyebabkan burung terbang mengangkasa melawan gravitasi Bumi?
Semua itu berkat peranan bulu-bulu pada sayap burung yang memungkinkannya terbang dengan efisien. Bobot bulu yang ringan dengan struktur kokoh jauh lebih praktis daripada misalnya "sayap" kelelawar yang berupa rentangan kulit.
Sayap burung benar-benar didesain untuk terbang. Bentuknya yang meruncing dan melengkung seperti sayap pesawat mempunyai tepi depan yang tebal dan tumpul serta tepi belakang yang menyempit seperti mata pisau. Bentuk seperti itu tidak asal dimiliki, tetapi mempunyai tujuan khusus.
Untuk mengatasi hambatan udara yang harus diterjang, bentuk sayap meruncing itu tepat sekali. Seperti kalau berenang di air, kita harus melawan hambatan air supaya bisa berenang maju. Juga seperti halnya ikan yang dikaruniai bentuk tubuh streamline untuk meminimalkan masalah ini.
Untuk melawan gravitasi Bumi, burung menciptakan daya angkat mengandalkan bentuk sayapnya yang melengkung. Bentuk melengkung menghasilkan permukaan atas lebih cembung dan permukaan bawah sedikit cekung atau malah rata sama sekali. Akibatnya, angin (udara) yang melewati tepi utama sayap serta permukaan atas mengalir lebih cepat daripada angin yang melewati permukaan bawah sayap.
Perbedaan kecepatan angin di bawah dan di atas sayap itu menghasilkan perbedaan tekanan udara. Tekanan udara pada permukaan atas lebih kecil sehingga terjadi aliran udara dari bawah permukaan ke atas permukaan sayap. Ini sesuai dengan hukum fisika yang menyatakan, angin bertekanan udara tinggi selalu mengalir ke tempat yang bertekanan udara lebih rendah. Itulah yang menyebabkan burung mempunyai daya angkat melawan gravitasi Bumi.
Ihwal gaya lepas landas burung itu macam-macam. Tapi apa pun gayanya, semua bertujuan sama untuk mencapai kekuatan maju yang diperlukan sebagai awal penerbangan. Beberapa burung melesat ke udara dengan membengkokkan kaki sembari mendorong tempatnya berpijak dan meloncat terbang.
Bak pesawat bermesin jet, bebek meluncur di air dan mendorong kakinya. Cara itu menghasilkan tenaga jet yang mendorong bebek melesat ke udara. Angsa berlari beberapa saat di atas air. Itik dan burung kuau terbang hampir vertikal dengan kecepatan tinggi. Burung elang dan nasar berlari cepat, burung laut meluncur dari tepi batu karang, dan burung kuntul merentangkan lehernya yang panjang.
Sukses lepas landas, burung mengudara dibarengi kepakan sayap. Sementara itu lengannya - bagian pangkal dari sayap - tetap digunakan untuk mensuplai daya angkat. Sisa sayap, yaitu bagian ujung yang dilengkapi bulu terbang, sebagai permukaan pengendali serta baling-baling. Ini sedikit berbeda dengan pesawat terbang yang baling-balingnya merupakan bagian terpisah dengan sayap.
Ketika burung mengepakkan sayap, baling-baling bergerak setengah lingkaran ke depan dan ke belakang. Pada kepakan ke atas, baling-baling bergerak ke arah belakang dan masing-masing bulu utamanya seolah-olah dipuntir sehingga menjadi bercelah-celah. Tujuannya untuk memudahkan udara lewat. Sedangkan pada kepakan ke bawah melawan hambatan udara, baling-baling bergerak ke muka sehingga burung terdorong maju. Pada saat yang bersamaan bulu-bulu utama yang semula bercelah-celah ditautkan satu sama lain membentuk permukaan yang rapat.
Terbang tanpa kepakan
Selain kepakan sayap, burung juga mengandalkan aksi meluncur dan membubung tinggi. Jika mau irit tenaga, meluncur adalah pilihan paling tepat. Seberapa jauh burung bisa meluncur ditentukan oleh gaya gravitasi dan keadaan udara. Setelah dua hal itu tidak memungkinkan untuk meluncur lagi, burung mau tidak mau harus berkepak lagi. Walet, undan, dan angsa meluncur dengan beberapa kepakan kuat disusul suatu luncuran. Kalau beruntung, kita bisa menonton pameran penerbangan yang hebat di mana pesawat bikinan manusia tidak ada yang berani mencobanya.
Di lembah yang sempit di antara barisan pegunungan, seekor elang meluncur dengan bulu utamanya yang kokoh seperti jari raksasa untuk mengimbangi arus udara yang tak menentu. Sesaat mau mendarat, kaki sang elang diturunkan, sayap yang mengembang diturunkan, bahu diangkat, burung meluncur turun sehingga seolah-olah tubrukan besar akan terjadi. Namun, tepat pada waktunya sistem "rem" burung mulai bekerja. Sayap ditekuk, ekor yang mengembang diturunkan, dan kakinya mengerem tubrukan. Selama beberapa kejap sayap dikembangkan tinggi-tinggi sampai akhirnya dilipat rapi.
Mungkin Anda pernah menyaksikan ala-alap terbang tinggi dan semakin tinggi padahal sayapnya tidak berkepak sama sekali. Itulah yang disebut terbang membubung. Terbang model ini menuntut burung harus pandai-pandai nebeng memanfaatkan naiknya arus udara yang disebut dengan termal.
Arus angin itu bergerak lurus dan hanya terjadi pada hari yang panas terik. Dari Bumi yang memanas timbul "pipa" angin yang naik ke atas yang disusul dengan angin dingin. Menjadi gelembung besar, angin panas yang naik sedemikian kuat sehingga alap-alap yang berputar-putar di dalamnya ikut naik tanpa harus mengepakkan sayap.
Bentuk sayap burung menentukan kemampuan terbangnya. Burung-burung bersayap panjang dan melengkung seperti camar laut, elang, albatros (kawan pelaut di kala cuaca baik dan juga pemakan bangkai), dan nasar adalah pakar dalam terbang meluncur dan membubung. Burung layang-layang yang terbangnya cepat mempunyai sayap yang sempit dan runcing.
Sedangkan puyuh yang sayapnya pendek dan lebar mampu lepas landas sangat cepat dan terbang dengan cepat pula beberapa saat. Setelah power terbangnya habis, puyuh cenderung kehilangan kemampuan terbangnya. Maka, kalau dikejutkan beberapa kali, burung puyuh gampang sekali ditangkap dengan tangan kosong.
Sriti yang sayapnya meruncing tajam dan langsing pada ujungnya bermanuver dengan kuat laiknya pesawat tempur. Burung kondor punya penyeimbang pada ujung sayap berupa bulu-bulu yang terkembang lebar. Alat keseimbangan ini seperti aileron pada pesawat terbang yang mengontrol gerakan memutar pesawat.
Seperti halnya pesawat terbang, kemudi mutlak diperlukan dalam penerbangan burung. Pada burung kemudi dimainkan oleh ekornya yang bebas bergerak naik-turun atau ke kiri dan ke kanan. Selain itu ekor memberi permukaan tambahan untuk membantu daya angkat dengan mengembangkan bulu-bulunya.
Ketika mau mendarat, burung harus mengurangi kecepatan terbangnya. Meluncur turun menjadi pilihan banyak burung. Tepat sebelum turun, sayap mengepak ke depan, ekor dikembangkan sebagai rem, dan kaki diturunkan seperti roda-roda pesawat untuk menahan dampak pendaratan. Camar laut mendarat dengan melebarkan sayapnya seperti parasut yang membuat turunnya jadi lambat dan lembut.
Dari pantat ke ekor
Tak cuma rambut kita, bulu burung pun mengalami kerontokan. Burung dewasa paling tidak "berganti baju" setahun sekali sesudah musim persarangan. Di negara empat musim burung bertukar bulu pada akhir musim panas. Meski banyak juga yang berganti bulu untuk kedua kalinya pada musim semi sehingga saat musim kawin datang, dandanan sudah oke.
Pinguin dan rangkong betina menanggalkan bulu secara serentak. Bulu pinguin didesak oleh bulu baru yang tumbuh dari bawah. Berhubung pinguin dasarnya memang tak butuh terbang, proses "ganti baju" ini tidak menimbulkan masalah. Lain halnya dengan Nyonya Rangkong, dia butuh kepahlawanan pejantannya untuk mencari sesuap nasi ketika dia hampir telanjang bulat tanpa bulu, dan harus selalu tinggal di sarangnya yang aman.
Sedangkan itik, angsa, dan burung air lain sempat mengalami masa tak dapat terbang saat berganti bulu. Untungnya, mereka tak terlalu tergantung pada sayapnya untuk mencari makan. Burung-burung yang selalu tergantung pada kemampuan terbang saat mencari makan dianugerahi taktik lain untuk mengantisipasi masa sulit ini. Mereka tidak menanggalkan bulunya secara serentak tetapi bertahap sehingga tidak sampai kehilangan kemampuan terbangnya.
Pergantian bulu terjadi mengikuti pola teratur yang berlangsung secara simetris dan lambat. Sering pola ini dimulai dari pantat ke kepala. Bulu utama - yaitu bulu besar, panjang, dan kaku yang ada pada sayap dan ekor - dirontokkan berpasang-pasangan. Sehelai dari sebelah kanan diikuti sehelai pasangannya dari sebelah kiri. Sementara itu bulu baru akan tumbuh. (Linda Elien P.M.)
© 1996 - 2000 Intisari Online
www.indomedia.com/intisari/
Kamis, 13 Maret 2008
Sarang Merah
Rabu, 12 Maret 2008
T35T Suara
Rekaman suara walet berguna untuk memikat walet. Effektifitas suara tersebut bergantung pada kualitas suara, frekuensi, tata suara walet, tata suara di dalam rumah burung walet dan di lubang masuk burung, timing pemutaran suara walet.
Suara walet berfungsi untuk mempromosikan rumah baru, ruangan baru dan membuat walet merasa berada di koloni yang besar. Walaupun suara walet mempunyai effektifitas yang luar biasa dalam memikat walet, namun agar supaya burung walet mau tinggal dan bersarang di rumah burung walet serta beranak pinak, kita tidak dapat mengabaikan peran micro climate.
Dengan suara walet, burung walet dapat terpikat, masuk ke rumah burung walet, namun bila kondisi di rumah walet tersebut tidak memadai dalam arti kata tidak sesuai dengan micro habitat nya maka kemungkinan kecil burung walet tersebut tinggal di rumah tersebut.
Rabu, 05 Maret 2008
Rumah Burung Sriti
Rumah Burung Sriti
Burung sriti (Collacalia Esculanta) banyak digunakan sebagai induk semang burung walet.
Telur sriti diganti dengan telur walet. Induk sriti akan mengerami telur tersebut sampai menetas dan mengasuh anak walet sampai dapat terbang dan mencari makan sendiri.
Rumah burung walet yang ada burung dan sarang sritinya akan lebih bagus dibandingkan dengan rumah burung walet yang tidak ada burung sriti dalam kaitannya dengan regenerasi burung walet, peningkatan populasi dan pola pemanenan sarang burung walet serta kualitas sarang walet.
Untuk rumah burung sriti yang digunakan untuk putar telur, harus memenuhi micro climate yang disyaratkan sebagai rumah burung walet, hal ini dimaksudkan agar anakan burung walet hasil putar walet tidak pindah ke rumah burung walet lainnya.
Rumah Walet Minimalis
Rumah walet ini saya ketemukan di suatu daerah yang saya sebut sebagai "Kampung Walet".
Di daerah ini banyak sekali burung waletnya dan banyak rumah penduduk yang sangat sederhana di huni oleh burung walet, banyak rumah yang terbuat dari gedeg atau bilik bambu dihuni oleh burung walet.
Tidak ada satu rumahpun yang menggunakan suara walet untuk memikat walet.
Rumah seperti gambar di atas dindingnya terbuat dari GRC dan ukurannya sangat minimum, namun menurut yang empunya rumah tersebut sudah di huni oleh burung walet dan sudah ada beberapa yang bersarang.
GRAND OPENING CHICKEN CRUSH VILLA MELATI MAS, SERPONG
Dengan mengucap syukur kepada Tuhan, pada tanggal 17 Oktober 2019 dilakukan pemberkatan tempat usaha resto Chicken Crush yang terletak di Ru...
-
Electromagnetic Biology and Medicine, 26: 63–72, 2007 DOI: 10.1080/15368370701205693 The original publication is available at www.informawor...
-
H4N1® Bio Aroma dibuat dari bahan-bahan alami dengan mengadopsi teknologi Jepang untuk menghasilkan mikroba yang dapat menghancurkan stru...
-
Pada kebanyakan orang berkecenderungan membuat rumah burung walet di daerah yang ketinggiannya kurang dari 400 meter di atas permukaan laut ...